Dari Pancoran ke Aer Belanda: Sejarah Air Minum di Batavia

8 Juli 2025
Dari Pancoran ke Aer Belanda: Sejarah Air Minum di Batavia
Diterbitkan pada  Diperbarui pada  

Pada masa awal Batavia, air Sungai Ciliwung dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Awalnya, air ini ditampung di dekat benteng, namun kemudian dipindahkan ke tepi Kanal Molenvliet, kawasan yang kini dikenal sebagai Glodok. Di sana, dibangun penampungan air lengkap dengan pancuran kayu setinggi tiga meter. Lokasi tersebut dikenal dengan nama Pancoran, nama yang masih digunakan hingga kini meskipun pancurannya telah lama hilang.

Kawasan Molenvliet (1953) Oleh Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures

Air dari pancuran itu diambil oleh para penjual air menggunakan wadah, lalu diangkut dengan perahu dan dijual ke rumah-rumah. Hingga tahun 1648, air Ciliwung di wilayah pinggirannya masih cukup jernih. Namun, sejak 1689, kualitas air memburuk terutama saat musim hujan hingga akhirnya sistem penampungan dan pancuran dibongkar.

Suasana Molenvliet sekitar tahun 1925 Oleh Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures

Sebagian orang Eropa yang tinggal di Batavia menolak meminum air sungai yang sudah tercemar. Mereka memilih mengimpor air soda mahal dari Belanda, yang oleh warga lokal disebut sebagai “aer Belanda.” Bahkan, banyak yang lebih memilih mengonsumsi alkohol dibandingkan air Sungai Ciliwung, sebuah kebiasaan yang ironisnya ikut menyebabkan tingginya angka kematian di kota tersebut.

Gedung Harmonie (1870-1900) Oleh Collectie Wereldmuseum (v/h Tropenmuseum), part of the National Museum of World Cultures

Baru pada tahun 1743, air bersih mulai dialirkan dari Bogor ke Batavia, dan air dari Bogor lebih disukai dibandingkan air dari sumur-sumur di sekitar kawasan yang kini bernama Lapangan Banteng. Meski saluran air bersih sudah tersedia, banyak warga tetap mempertahankan sumur di rumah mereka untuk keperluan mencuci, membersihkan perabot, kendaraan, dan menyiram tanaman.

 

Ditulis oleh Noverdy R

Referensi:
Setianti, Eni, dkk. Ensiklopedia Jakarta: Jakarta Tempo Doeloe, Kini, & Esok. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2009.

Diterbitkan pada  Diperbarui pada