Sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928, masyarakat di wilayah Jakarta telah menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari. Bahasa ini juga lazim digunakan di wilayah Sumatera dan kemudian diangkat menjadi bahasa nasional Indonesia. Karena ragam bahasa yang digunakan saat itu berbeda dengan bahasa Melayu standar, pihak Belanda menganggap penduduk Batavia sebagai kelompok etnis tersendiri dan menyebut mereka sebagai orang Betawi yang merupakan adaptasi dari nama Batavia itu sendiri.
1) Museum Bahari dari Menara Syahbandar oleh Fitri Penyalai - CC BY-SA 4.0 via Wikimedia Commons
2) Jong Java dari Indonesia via Wikimedia Commons
Meski Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi di Jakarta, sejumlah nama wilayah dan sungai tetap mempertahankan unsur kedaerahan atau bahasa lokalnya. Contohnya antara lain Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, hingga Cideng yang asal-usulnya berasal dari nama Cihideung, lalu berkembang menjadi Cideung sebelum akhirnya menjadi Cideng.
1) Pencak Silat Betawi oleh Gunawan Kartapranata - CC BY-SA 4.0 via Wikimedia Commons
2) Kostum Tarian Tradisional oleh Naval Scene - Own work, CC BY-SA 4.0 via Wikimedia Commons
Dalam kehidupan sehari-hari, warga Jakarta cenderung menggunakan Bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh logat atau dialek Betawi. Selain itu, karena Jakarta merupakan pusat pertemuan beragam suku dari seluruh Indonesia, bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, hingga bahasa Tionghoa juga turut digunakan oleh komunitas pendatang di ibu kota.
1) Skydeck Jakarta oleh RasyaAbhirama13 - CC BY-SA 3.0 via Wikimedia Commons
2) Suasana Kota Jakarta oleh Stenly Lam - CC BY 2.0 via Wikimedia Commons
Sebagai alat komunikasi lintas suku dan budaya, Bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa pemersatu. Namun di kalangan anak muda, munncul bahasa gaul yang unik. Bahasa ini bersifat spontan, penuh kreasi, dan merupakan hasil campuran dari berbagai bahasa. Contoh ekspresi populer seperti “Please dong ah!”, “Cape deh!”, dan “So what gitu loh!” menunjukkan perpaduan antara Bahasa Inggris dengan dialek Betawi. Sementara itu, Bahasa Inggris digunakan secara terbatas, khususnya dalam konteks pendidikan, urusan diplomatik, dan kegiatan bisnis. Di beberapa wilayah seperti Glodok dan Pasar Pagi, Bahasa Mandarin juga digunakan, terutama di kalangan pelaku usaha keturunan Tionghoa.
Ditulis oleh Noverdy R
Referensi:
Setianti, Eni, dkk. Ensiklopedia Jakarta: Jakarta Tempo Doeloe, Kini, & Esok. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2009.