Aso Oke merupakan kain tradisional buatan tangan yang berasal dari suku Yoruba di Nigeria bagian barat daya. Nama “Aso Oke” berarti “kain tas” dalam bahasa Yoruba, menandakan statusnya sebagai kain istimewa yang dikenakan pada saat acara-acara penting. Kain ini tidak hanya menjadi lambang identitas budaya, tetapi juga simbol status sosial, khususnya dalam upacara adat seperti pernikahan, pelantikan pemimpin adat, dan festival budaya. Karena keistimewaannya, Aso Oke kerap diasosiasikan dengan kaum bangsawan dan orang-orang terpandang dalam komunitas Yoruba.
(1) Dokumentasi Busana Aso Oke oleh Wolf D. (2) Dokumentasi Penenun Kain oleh Ayodele Adeniji, CC BY-SA 4.0
Kain ini dibuat melalui proses yang sepenuhnya manual, menggunakan alat tenun tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pengrajin memintal benang dari kapas lokal, lalu menyusunnya menjadi pola khas dengan berbagai warna mencolok dan benang metalik. Beberapa jenis Aso Oke yang paling dikenal antara lain Etu (berwarna biru tua), Sanyan (berwarna coklat muda dari benang sutra lokal), dan Alaari (dengan nuansa merah muda atau ungu mencolok). Masing-masing memiliki makna budaya tersendiri dan biasa dipakai dalam konteks yang berbeda.
(1) Kain Aso Oke oleh Zaidat Motolani, CC BY 4.0, (2) Busana Aso Oke Pria oleh Wolf D. (3) Busana Aso Oke Wanita oleh Wolf D
Selain warna dan motif yang memikat, Aso Oke memiliki tekstur tebal yang khas, mencerminkan kemewahan dan kekuatan simbolik dalam masyarakat Yoruba. Dalam banyak perayaan, seperti pernikahan adat, pasangan pengantin biasanya mengenakan pakaian serasi dari Aso Oke. Pengantin wanita memakai Iro, buba, dan gele, sedangkan pria mengenakan agbada. Warna-warna yang digunakan dalam kain ini pun memiliki arti tertentu misalnya ungu dan emas melambangkan kehormatan dan kemakmuran, sementara biru tua mencerminkan ketenangan dan kebijaksanaan.
(1) Dokumentasi oleh Jamie Tubers, CC BY-SA 4.0. (2) Dokumentasi oleh Jeremyida002, CC0. (3) Dokumentasi oleh G star Media via Pexels
Namun, keberlangsungan tradisi tenun Aso Oke kini menghadapi tantangan. Banyak generasi muda yang enggan mewarisi keahlian menenun karena prosesnya yang rumit dan tidak selalu menguntungkan secara ekonomi. Ditambah lagi, maraknya kain impor murah mulai menggerus eksistensi Aso Oke di pasar lokal. Meskipun demikian, upaya pelestarian terus dilakukan, seperti melalui festival Aso-Ofi di kota Iseyin (Pusat kerajinan Aso Oke) yang bertujuan untuk menghidupkan kembali kecintaan masyarakat terhadap warisan budaya ini.
Ditulis oleh Noverdy R
Referensi:
- Agbadudu, A.B. & Ogunrin, F.O. (2006). Aso‑oke: A Nigerian Classic Style and Fashion Fabric. Journal of Fashion Marketing and Management.
- Ojo, E.B. (2007). Printing Contemporary Handwoven Fabrics (Aso‑oke) in Southwestern Nigeria. Design Issues.
- Anadolu Agency. (2014). Aso Oke: Nigerian Yoruba's Colorful, Ceremonial Fabric.