Kintsugi: Seni Menyambung Retakan dengan Emas

October 9, 2025
Kintsugi: Seni Menyambung Retakan dengan Emas
Published on  Updated on  

Kintsugi adalah seni tradisional Jepang yang memperbaiki keramik pecah dengan menambalnya menggunakan lak (urushi) yang dicampur dengan bubuk emas, perak, atau logam mulia lainnya. Teknik ini tidak berusaha menyembunyikan kerusakan, tetapi justru menunjukkannya sebagai bagian dari sejarah objek tersebut. Berakar dari praktik yang dipopulerkan oleh Shogun Ashikaga Yoshimasa pada abad ke-15, kintsugi lahir dari kekecewaan terhadap metode reparasi logam yang dianggap merusak keindahan keramik. Sejak saat itu, pendekatan ini menjadi simbol estetika khas Jepang yang memuliakan bekas luka dan ketidaksempurnaan sebagai nilai estetis yang layak dirayakan.

(1) Dokumentasi Seni Kintsugi oleh Sailko, CC BY 3.0, (2) Dokumentasi Seniman Kintsugi oleh Naoko Fukurama via japanesegarden.org

Secara filosofis, kintsugi erat kaitannya dengan nilai-nilai Jepang seperti wabi-sabi, yang menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kefanaan, serta mono no aware, kesadaran akan sifat sementara segala hal. Retakan dan pecahan tidak dianggap sebagai kerusakan, melainkan sebagai bagian dari narasi kehidupan benda tersebut. Teknik ini sendiri memerlukan ketelatenan tinggi karena bahan urushi harus dikeringkan dalam ruang lembap selama beberapa waktu agar mengeras sempurna. Setiap retakan menjadi jejak waktu yang dirayakan, bukan dihapus, memberi makna baru pada konsep keutuhan.

(1) Dokumentasi Seni Kintsugi oleh Valerie McGlinchey, CC BY-SA 2.0 uk, (2) Dokumentasi Seni Kintsugi oleh Naoko Fukurama via japanesegarden.org

Kekuatan simbolik kintsugi menjangkau jauh melampaui dunia keramik. Dalam desain kontemporer, seni ini menginspirasi pendekatan visual yang menonjolkan 'cacat' sebagai elemen artistik yang autentik. Di dunia psikologi, kintsugi menjadi metafora pemulihan dari trauma, sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti Rutgers University. Mereka menggunakan kintsugi sebagai model untuk membangun ulang identitas daring seseorang yang mengalami trauma, memperlihatkan bagaimana “retakan” personal dapat diintegrasikan dalam proses penyembuhan diri. Filosofi ini juga menjadi refleksi emosional yang mendalam bagi individu yang sedang menghadapi proses penyembuhan dari penyakit atau kehilangan.

(1) Dokumentasi Seni Kintsugi oleh KintsugiGenerations via Etsy.com, (2) Dokumentasi Seni Kintsugi oleh Chiara Lorenzetti Kintsugi, CC BY-SA 4.0

Nilai-nilai yang terkandung dalam kintsugi kini diaplikasikan dalam banyak konteks modern, dari seni rupa, desain produk. Artikel di Vogue misalnya, menarasikan pengalaman seorang penyintas kanker yang menggunakan kintsugi sebagai bentuk terapi visual dan emosional. Ia tidak hanya memperbaiki benda, tetapi juga membangun ulang dirinya sendiri melalui simbolisme emas di atas retakan. Dengan demikian, kintsugi tidak hanya menjadi metode memperbaiki benda, tetapi juga filosofi hidup: bahwa dari kerusakan, sesuatu yang lebih indah dan bermakna bisa tercipta.

 

Ditulis oleh Noverdy R

Referensi:

  1. Sho, Terushi. Kintsugi: Japan’s ancient art of embracing imperfection. BBC Travel.
  2. Randazzo, Casey & Ammari, Tawfiq. Kintsugi-Inspired Design: Communicatively Reconstructing Identities Online After Trauma. Rutgers University.
  3. Tang, Katie. Repairing Myself Through Kintsugi, One Gilded Shard at a Time. Vogue.
Published on  Updated on